Thursday, December 23, 2010

GURITAN DUSON PERDIPE

GURITAN DUSUN PERDIPE

(SEJARAH TANAH SEMENDE)
(SYAIR: FEKRI JULIANSYAH)

Iluk pule pangkal guritan
mane ringkih pangkal pantunan
ini die karang cerite
cerite dusun bedame Perdipe
dusun tue kate Puyang madaknye


Perdipe……..
Negeri itu
Mekkah kecik julukannye
Nerangi Besemah nga tanah Semende
Ayik Lematang di di lembaknye
Talang Tumutan Tujuh itu badahnye…

Tahun itu……..
1483 Masihi
Tecatat dalam kitab Kahas sampai damenye tembe
Syech Baharuddin name jemenye
Nur Qodim itu gelarnye
Puyang Awak anak cucung mantaunye
Ncetuskah adat bedame SEMENDE

Perdipe….
Begilir dame njadikanye becahaye
San di Puyang Awak, Puyang Lebih Penghulu
Hingge Ninik Kiaji Oemar ye meleginde

Hukum Adat ditegakkah!
Hukum Agame dijalankah!
Peturat diagungkah!
Sepate didengaghkah!
Simbur cahaye jadi pesake semista!

Ini die ganjur guritan
empuk setetak mangke keruan
pailah ading sanak kite payagh (payae)kah
tuturan puyang kite indekah...

Di sane….
Tetegak Adat Semende
Tecetus pule Lampik Empat Merdike Due
Lembaga Adat Besendikah Agame
Pencipte banyak pare ulame
Kandik Negakkah Peturat di denie

Mak ini ahi….
Perdipe tinggal cerite
Luk negeri dik benyawe
Banyak jeme dik tau asal-usulnye
Banyak pule ye melupekanye

ui...bejalan ke Pelang Kenidai
jangah dik naik ke makam Puyang
guritan kucukupkah kudai
jangah dibalik empuk dik ribang

Friday, April 16, 2010

AKSARA SUMATERA SELATAN “ KAGANGA”










AKSARA SUMATERA SELATAN “ KAGANGA”
Aksara Kaganga Indonesia
Sejarah Aksara Kaganga dan Sang Bumi Ruwa Jurai



Kepulauan Sumatera pernah didatangi bangsa Yunan dari daratan Indo-Cina pada abad Sebelum Masehi. Bangsa ini sebelum datang secara besar-besaran, mereka masuk Nusantara dengan kelompok-kelompok kecil.

Mereka membawa berbagai kebudayaan antara lain falsafah/ajaran Buddha dan aksara/tulisan kaganga. Khusus di Lampung sekarang dikenal dengan tulisan Lampung karena pada zaman modern ini Lampunglah yang lebih dulu mengangkat aksara kaganga tersebut. Adapun daerah Lampung dahulu merupakan kesatuan dengan daerah pusat Kerajaan Saka di sebelah selatan Bukit Barisan dalam wilayah Sumatera bagian selatan, yaitu Kerajaan Aji Sai dekat Danau Ranau, Lampung Barat sekarang. Di Sumatera bagian selatan, khususnya di Sumatera Selatan, aksara kaganga dikenal dengan nama tulisan ulu dalam wilayah pedalaman Batanghari Sembilan di Jambi, dikenal dengan nama tulisan encong, di Aceh dengan tulisan rencong, di Sumatera Utara/Batak dengan tulisan pustaha/tapanuli.

Di wilayah kepulauan nusantara ini yang memakai tulisan kaganga hanya di Pulau Sumatera dan Sulawesi (ada 22 wilayah) dan di luar wilayah tersebut memakai tulisan/aksara pallawa/hanacaraka yang berasal dari India sesudah masuk abad Masehi bersama dengan ajaran/falsafah Hindu, yang kemudian hari berkembang di Pulau Nusa Kendeng/Pulau Jawa sekarang dan Bali. Di pusat Kerajaan Saka/Aji Sai, raja-rajanya adalah titisan penjelmaan Naga Sakti/Nabi Khaidir a.s., dalam rangka mengemban tugas Tuhan Yang Maha Esa dengan menurunkan hukum inti Ketuhanan (falsafah Jaya Sempurna) sepanjang zaman. Jadi masuknya bangsa Yunan terjadi beberapa tahap yang jaraknya berabad-abad serta membaur dengan penduduk asli Nusantara (yaitu Kerajaan Saka/Aji Sai) yang merupakan cikal bakal Kerajaan Sriwijaya kecil di wilayah pedalaman Bukit Barisan sebelah barat, yaitu Bukit Raja Mahendra (Raje Bendare). Di Pagar Alam Lahat, tepatnya di antara perbatasan 3 provinsi; Lampung, Sumatera Selatan dan Bengkulu lokasi tersebut sampai saat ini belum terungkap dan masih merupakan misteri bagi bangsa Indonesia. Untuk mengungkapnya perlu dipelajari tulisannya, yaitu kaganga atau pallawa (hanacaraka).

[b]Asal Nama Sumatera[/b]

Dalam catatan sejarah yang ada hingga saat ini, Pulau Sumatera ini ditemukan Angkatan Laut Kerajaan Rau (Rao) di India yang bernama Sri Nuruddin Arya Passatan tahun 10 Saka/88 Masehi yang tercantum dalam Surat Peninggalan pada Bilah Bambu tahun 50 Saka/128 M yang ditandatangani Ariya Saka Sepadi, bukan Sri Nuruddin Angkatan Pertama yang datang dari Kerajaan Rao di India.

Karena tidak ada kabar beritanya angkatan pertama, dikirim angkatan kedua yang dipimpin langsung Putra Mahkota Kerajaan Rao di India Y.M. Sri Mapuli Dewa Atung Bungsu tahun 101 Saka/179 Masehi. Dengan 7 armada (kapal), mereka berlabuh di daratan Sumatera tepatnya di Pulau Seguntang atau Bukit Seguntang sekarang di Palembang, Y.M. Sri Mapuli Atung Bungsu memerintahkan Arya Tabing, nakhoda kepal penjalang untuk mendirikan pondokan dan menera (menimbang) semua sungai yang berada di wilayah Pulau Seguntang tersebut. Demi mengikuti amanat Ayahanda Kerajaan Rao di India, berganti-ganti air sungai ditera (ditimbang) Arya Tabing atas titah Y.M. Sri Mapuli Dewa Atung Bungsu, sebelum Arya Tabing menimbang semua air sungai, beliau bertanya kepada YM, sungai mana yang harus ditera (ditimbang), dijawab YM, semua Tera (yang maksudnya semua air sungai yang ada ditimbang). Dari kata-kata beliau itulah asal nama Sumatera hingga saat ini yang tercatat dalam surat lempengan emas tahun 10 Saka/88 Masehi serta surat dari bilah bambu pada tahun 101 Saka/179 Masehi yang sampai saat ini belum ditemukan bangsa Indonesia, dan berkemungkinan sekali bertuliskan/aksara kaganga atau pallawa/hanacaraka di wilayah Sumetera bagian selatan. Setelah ditimbang angkatan Arya Tabing, didapatlah air sungai/Ayik Besemah dari dataran tinggi Bukitraja Mahendra Mahendra (Bukit Raje Bendare) mengalir ke barat dan bermuara di Sungai Lematang wilayah Kota Pagar Alam (Lahat).

[b]Sejarah Adat[/b]

Adat pepadun sai batin terbentuk pada abad ke-17 tahun 1648 M oleh empat kelompok/buay, yaitu Buay Unyai di Sungai Abung, Buay Unyi di Gunungsugih, Buay Uban di Sungai Batanghari dan Buay Ubin (Subing) di Sungai Terbanggi, Labuhan Maringgai. Adat pepadun sai batin ini masih ada pengaruh dari Hindu dan Buddha dan diadakan atau dibentuk di Goa Abung (Kubu Tanah) di dekat perbatasan Buay Ubin (Subing) Kota Batu, Ranau sekarang. Di sana ada lima buah kursi dari batu tempat sidang adat tersebut. Adat pepadun sai batin dibentuk atas prakarsa dari Raja Saka (Aji Sai) yang bernama/bergelar Pangeran Sang Aji Malihi yang pada waktu itu daerah pedalaman Lampung dalam wilayah kekuasaannya. Suatu saat sidang akan dilaksanakan Pangeran Sangaji Malihi terlambat datang karena beliau lebih dulu menjemput adik angkatnya yang bernama Putri Bulan (Anak Bajau Sakti/Raja Jungut) dikenali Bukit Pesagi untuk diajak menghadiri pembentukan sidang adat tersebut. Saat sidang akan dimulai Putri Bulan bertanya kepada Sangaji Malihi sidang apakah ini? Putri Bulan tidak dikenal keempat peserta sidang (empat buay) yang merupakan utusan kelompok masing-masing wilayah. Sangaji Mailahi menjawab akan membentuk adat.

Keempat bersaudara dari 4 buay tersebut merasa sangat tertarik melihat Putri Bulan adik angkatnya Sangaji Malihi dari Pesagi tersebut, sehingga rapat/sidang ditunda sejenak karena terjadi keributan di antara mereka. Untuk mengatasi keributan itu, Sangaji Malihi memutuskan Putri Bulan dijadikan adik angkat dari mereka berempat. Setelah meninggalkan daerah Goa Abung, mereka menyebarkan adat ke daerah pedalaman Lampung sekarang. Buay Unyai pada puluhan tahun kemudian hanya mengetahui sidang adat pepadun sai batin diadakan di daerah Buay Unyai dan sebagai Raja Adat, Raja Hukum, Raja Basa (Bahasa) adalah Sangaji Malihi yang kemudian hari dijuluki masyarakat sebagai Ratu Adil. Buay Bulan (Mega Pak Tulangbawang) pada permulaan abad ke-17 Putri Bulan bersuamikan Minak Sangaji dari Bugis yang julukannya diambil dari kakak angkatnya Sangaji Malihi (Ratu Adil).

Empu Riyo adalah keturunan Buay Bulan di Buay Aji Tulangbawang Tengah dan Makam Minak Sangaji dan Putri Bulan ada di belakang Kecamatan Tulangbawang Tengah dan Makam Minak Sangaji dan Putri Bulan di Buay Aji Tulangbawang Menggala (sekarang). Di antara keturunan Raja Jungut/Kenali Pesagi keturunan Buay Bulan ada di Kayu Agung, keturunan Abung Bunga Mayang dari Mokudum Mutor marga Abung Barat sekarang.

Daerah lima Kebuayan dan buay-buay lainnya di Lampung sekarang, kecuali Lampung Selatan dan Bengkulu sebelah utara bertakluk kepada Raja Aji Sai tahun 1640 (Pangeran Sangaji Malihi). Menak Masselem dari Buay Unyai Putra Menak Paduka Bageduh (Ratu Gajah) yang bergabung Banten tahun 1680 karena terjadi perselisihan antara anak cucu Menak Paduka Bageduh. Jadi adat pepadun sai batin merupakan satu kesatuan (two in one) yang tidak terpisahkan satu sama lainnya karena arti/makna dari pada kata atau kalimat pepadun sai batin adalah pepadun = musyawarah/mufakat, dan sai batin = bersatu/bersama. Jadi kata pepadun sai batin adalah musyawarah mufakat untuk bersama bersatu dalam rangka sidang adat tahun 1648 di Goa Abung (Kubu Tanah) Kota Batu Ranau dekat perbatasan Buay Ubin, Lampung Barat sekarang.

Pembentukan adat tersebut diprakarsai Sangaji Malihi yang bergelar Ratu Adil yang oleh masyarakat saat itu sebagai Raja Adat, Raja Hukum dan Raja Basa.

Dan kemudian hari sejarah adat pepadun sai batin terbagi menjadi 2 kelompok/jurai, yaitu Lampung sai = pepadun dan aji sai = sai batin, yang kemudian kita kenal sebagai lambang Sang Bumi Ruwa Jurai (pepadun sai batin). Fakta/bukti autentik piagam logam tahun 1652 Saka/1115 H atau tahun 1703 M yang bertuliskan Arab gundul dan aksara pallawa/hanacaraka ada pada penulis sebagai salah satu keturunan Sangaji Malihi. Jadi adat pepadun sai batin itu berarti musyawarah mufakat untuk bersatu/bersama dalam pembentukan Adat.

Dalam waktu dekat ini anggota Tim Pakar Aksara Kaganga Indonesia dari Sumatera bagian Selatan akan melaksanakan Lokakarya Aksara Kaganga Indonesia di Bandar Lampung sebagai tuan rumah penyelenggaraan kegiatan tersebut karena Provinsi Lampung-lah yang mengangkat aksara kagama selam Indonesia merdeka.

Tujuan kegiatan tersebut untuk segera mengangkat sejarah leluhur tempo dulu dengan memasyarakatkan membaca tulisan aksara kaganga yang ada di Sumatera dan Sulawesi.

[b][u]Keterangan/Kata Rani Siji[/u]:[/b]

Pepadun = Musyawarah/mufakat
Sai batin = Bersatu/bersama
Lampung sai = Kita bersatu/mereka bersatu
Aji sai = Saya satu/ini satu
Sang Bumi Ruwa Jurai = pepadun saibatin (satu kalimat) musyawarah untuk bersatu

Udara dalam Museum Balaputra Dewa di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (28/9) siang, cukup gerah. Asap dari kebakaran lahan dan hutan yang menyerbu Palembang dua hari ini ikut masuk ke ruang pamer koleksi. Suasana makin menyesakkan napas karena debu dari bangunan museum yang tengah direhabilitasi juga beterbangan dan menyelinap masuk museum.

"Ini dua gelumpai, naskah beraksara ulu atau kaganga yang ditorehkan di atas bilah-bilah bambu. Museum punya tujuh naskah lagi, dua di antaranya ditulis di atas kulit kayu yang disebut kahas," kata Kepala Tata Usaha Museum Balaputra Dewa, M Taufik, yang tampak terganggu dengan asap dan debu yang menyerbu ruang pameran itu.

Dua naskah yang sudah diterjemahkan Pamong Budaya Ahli Museum Balaputra Dewa, Rafanie Igama, itu tersimpan baik dalam ruang berdinding kaca. Salah satu naskah yang telah diterjemahkan berbentuk huruf-huruf yang miring kanan atas dan patah-patah, yang ditorehkan di atas 14 bilah bambu. Naskah berasal dari Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumsel.

Naskah itu menceritakan sosok Nabi Muhammad dan ajaran Islam. Meski beraksara ulu, teks menggunakan bahasa Jawa dari masa Kesultanan Palembang Darussalam abad ke-17-19 Masehi. "Itu salah satu dari naskah yang sudah diterjemahkan. Masih banyak yang belum dikaji dan masih banyak lagi yang disimpan masyarakat," kata Rafanie.

Aksara ulu atau kaganga menjadi kekayaan budaya masyarakat tepian sungai di Sumatera bagian selatan, yang antara lain mencakup Sumsel, Bengkulu, dan Lampung. Diperkirakan, aksara itu tumbuh sejak abad ke-12 Masehi dan berkembang pesat pada abad ke-17-19 Masehi. Tulisan itu banyak digunakan untuk menyampaikan ajaran agama, ilmu kedokteran, petuah, dan kearifan lokal lain.

Keberadaan aksara itu menunjukkan, budaya tepian sungai memiliki tradisi intelektualisme cukup tinggi. Lebih unik lagi, aksara kaganga masih digunakan sebagian warga di Bengkulu, seperti di Kabupaten Seluma, Bengkulu Selatan, Kaur, Lebong, dan Kabupaten Rejang Lebong.

Aksara itu disebut ulu karena banyak berkembang dalam masyarakat yang tinggal di hulu sungai di pedalaman. Para peneliti asing kerap menyebutnya kaganga karena pedoman aksaranya menggunakan huruf ka, ga, nga, dan seterusnya. Aksara ini memiliki 19 huruf tunggal dan delapan huruf pasangan. Huruf-huruf ditulis dengan ditarik ke kanan atas sampai sekitar 45 derajat.

Menurut peneliti ahli Museum Negeri Bengkulu, Sarwit Sarwono, aksara kaganga dikembangkan setelah aksara palawa. Kaganga banyak digunakan masyarakat kelas menengah, seperti keluarga pesirah, dukun, kaum intelektual, dan kaum agama. Di Museum Negeri Bengkulu saat ini terdapat 124 naskah kaganga.(ilham khoiri)

Lampung Post; 29 September 2008


Masyarakat Sumatera Selatan telah memiliki budaya tulis yang tinggi jauh sebelum masa Kerajaan Sriwijaya. Kini budaya tulis yang iwujudkan dalam sistem aksara tersebut di ambang punah. Salah satu penyebabnya, para pewaris naskah kuno cenderung mengkeramatkan benda tersebut. Terdorong oleh perasaan takut akan hilangnya budaya tulis Sumsel, Ahmad Bastari Suan (61) seorang guru SMP Srijayanegara Palembang terus bergerilya untuk melestarikan budaya tulis setempat.

Ahmad adalah salah satu dari sedikit orang di Sumsel yang mampu membaca dan mengartikan Surat Ulu atau Naskah Ulu yang ditulis dalam aksara Kaganga.

Istilah Surat Ulu atau Naskah Ulu dipakai untuk menyebut naskah kuno yang hanya ditemukan di daerah pedalaman Sumsel atau disebut daerah Ulu. Naskah tersebut tidak ditemukan di daerah pesisir Sumsel seperti Palembang

Menurut Ahmad Bastari, cara membaca aksara Kaganga dipelajarinya tahun 1973 dari seorang kakek bernama Senoetoep yang saat itu usianya lebih dari 100 tahun. Kebetulan kakek Senoetoep tinggal di Dusun Sadan, Kecamatan Jarai tak jauh dari Dusun Ahmad.

揝aya tertarik belajar aksara Kaganga setelah melihat dinding rumah kayu di kampung saya banyak tulisan dengan aksara Kaganga yang ditulis memakai kapur. Saya berpikir alangkah ruginya kalau tidak bisa membaca aksara itu," kata Ahmad.

Mempelajari aksara Kaganga tidak terlalu sulit. Ahmad memastikan seseorang sudah bisa membaca aksara Kaganga hanya dengan belajar selama satu bulan.

Aksara Kaganga bentuknya menyerupai huruf paku yang runcing. Bentuk-bentuk huruf mirip aksara Kaganga yang sudah ditemukan pada peninggalan zaman megalitikum di Sumsel. Misalnya di Desa Gunung Megang, Kabupaten Lahat terdapat peninggalan megalitikum yang disebut Batu Kitab karena terdapat goresan-goresan mirip aksara Kaganga.

揅ikal bakal aksara Kaganga diperkirakan sudah ada sejak tahun 200 Masehi. Itu terbukti dengan adanya penemuan batu bertulis dengan aksara mirip aksara Kaganga," kata Ahmad.

Penulisan aksara Kaganga semakin maju. Aksara Kaganga tidak lagi digoreskan di atas batu namun dalam perkembangannya digoreskan di bilah bambu yang disebut Gelumpai, ada juga digoreskan di ruas bambu yang disebut Surat Buluh, di tanduk kerbau, dan ada juga di kulit kayu yang disebut Kitab Kakhas. Bentuk Kitab Kakhas sudah menyerupai buku karena dilipat sedemikian rupa menyerupai buku.

Menurut Ahmad, aksara yang mirip aksara Kaganga bisa ditemukan sejak dari pedalaman Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumsel, Lampung, Sulawesi Selatan, bahkan sampai ke Filipina.

Bahkan, naskah La Galigo dari Sulawesi Selatan diyakini menggunakan aksara yang mirip aksara Kaganga. Anehnya di sepanjang pesisir timur Sumatera seperti Medan, Riau, Jambi, Palembang, dan Bangka tidak ditemukan aksara Kaganga tapi ditemukan aksara Arab Melayu.

揂ksara Kaganga di Sumsel dibagi menurut daerah asal dan usianya. Menurut daerah asal ada aksara Kaganga Besemah, Lembak (sekitar Lubuklinggau), Kayu Agung, Ogan (sepanjang Sungai Ogan dan Sungai Komering), Enim (sekitar Muara Enim), dan Rambutan (sekitar Banyuasin). Sedangkan menurut usianya ada aksara tua dan muda," kata Ahmad.

Aksara Kaganga terdiri dari 28 huruf yaitu ka, ga, nga, pa, ba, ma, ca, ja, nya, sa, ra, la, ta, da, na, kha, ha, mba, ngga, nda, nja, mpa, ngka, nta, nea, kha, wa, ya yang dilengkapi sejumlah tanda baca.

Pada aksara Kaganga dengan dialek Komering akhiran semua huruf dibaca a (ka ga nga), pada dialek Kayu Agung dibaca ?(k?g?ng?, pada dialek Besemah dan Ogan dibaca e (ke ge nge), pada dialek Lintang dan Serawai (Lampung) dibaca o (ko go ngo). Sedangkan menurut bentuknya yang ditulis dengan gaya runcing dan ada yang agak melengkung. Aksara Kaganga mirip aksara Jepang dan China, yaitu satu huruf bisa mewakili beberapa huruf sekaligus atau satu suku kata.

Mengenai isi Surat Ulu, Ahmad menjelaskan isinya beraneka ragam mulai silsilah keluarga, mantra-mantra, pengobatan, tuah untuk ayam sebelum disabung, ramalan tentang nasib dan sifat manusia, dan lain-lain.

揂ksara Kaganga tidak berkembang kemungkinan karena terdesak oleh aksara Palawa dan semakin terdesak oleh aksara Arab Melayu. Setiap daerah di Sumsel punya dialek dan bentuk huruf sendiri, kemungkinan karena antarsuku tidak pernah berinteraksi. Ini berbeda dengan di Sumatera Utara dan Lampung yang hanya ada satu jenis huruf," kata Ahmad.

Dikeramatkan tapi di daerah pedalaman seperti Pagar Alam, Lahat, Kayu Agung, dan Ogan Komering Ulu.

Hambatan yang terbesar dalam melestarikan Surat Ulu justru datang dari para pewaris Surat Ulu yang disebut Jurai Tui. Para Jurai Tui menganggap Surat Ulu itu sebagai barang keramat yang tidak boleh dipegang oleh sembarang orang.

揚ada umumnya Surat Ulu itu hanya jadi barang simpanan dan diselimuti hal-hal gaib serta mistik. Saya pernah bermaksud meminjam Surat Ulu untuk dipelajari tapi saya malah dimarahi. Sikap seperti itu yang membuat sejarah kebudayaan Sumsel tertutup," kata Ahmad.

Oleh karena sikap tertutup itu, Ahmad tidak memiliki satu pun salinan Surat Ulu yang pernah dilihatnya dari sejumlah pewaris Surat Ulu. Ahmad hanya bisa membuktikan bahwa Surat Ulu itu benar-benar ada.

揝aya sering diejek ketika keluar masuk kampung untuk melihat peninggalan megalitikum yang ada di tengah hutan. Katanya untuk apa, bikin kotor baju saja. Kesadaran budaya masyarakat begitu rendah sedangkan pemerintah juga kurang peduli. Penyebabnya karena masyarakat sekarang berpikir materialistis," kata Ahmad.

Untuk menjaga kelestarian Surat Ulu, Ahmad telah menyusun panduan cara membaca Surat Ulu dalam bentuk lembaran-lembaran kertas yang belum dijilid dalam bentuk buku. Kekhawatiran akan punahnya Surat Ulu semakin meningkat karena para pewaris Surat Ulu biasanya menyimpan Surat Ulu di sembarang tempat sehingga semakin cepat hancur dimakan usia.

Selain hancur dimakan usia, ada Surat Ulu yang hilang atau sengaja dihancurkan oleh pewarisnya karena tidak tahu manfaatnya. Ada juga Surat Ulu yang dihancurkan karena dulu takut jatuh ke tangan Belanda atau Jepang.

揢paya melestarikan Surat Ulu di Sumsel seharusnya dengan memasukkan aksara Kaganga dalam mata pelajaran muatan lokal. Saya tidak bisa mengajarkannya di sekolah karena harus berpedoman pada kurikulum sedangkan di kurikulum tidak ada. Lagipula ada banyak tipe aksara Kaganga di Sumsel, harus ditentukan mana yang akan diajarkan. Saya tidak tahu kapan cita-cita itu terwujud," ujar Ahmad.

Sepengetahuan Ahmad di Sumsel hanya tiga orang yang bisa membaca aksara Kaganga selain dirinya yaitu Suwandi yang tinggal Lubuk Linggau dan Pamong Budaya Ahli pada Museum Balaputradewa, Palembang Rafanie Igama yang saat ini sedang menempuh pendidikan S2 di Yogyakarta.

Saat ini beberapa Surat Ulu berupa Surat Buluh dapat dilihat di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II dan kitab Kakhas dapat dilihat di Museum Balaputradewa. Sebagian besar Surat Ulu masih tersimpan di Perpustakaan Nasional Jakarta.

揔alau tidak ada yang menyayangi Surat Ulu dan aksara Kaganga, saya takut suatu waktu kekayaan budaya Sumsel ini hilang," kata Ahmad.

[url]http://kompas.com/kompas-cetak/0708/...ok/3763565.htm[/url]

[b]Aksara Kaganga[/b]

Aksara Kaganga merupakan sebuah nama kumpulan beberapa aksara yang berkerabat di Sumatra sebelah selatan. Aksara-aksara yang termasuk kelompok ini adalah antara lain aksara Rejang, Kerinci, Lampung, Rencong dan lain-lain.

Nama kaganga ini merujuk pada ketiga aksara pertama dan mengingatkan kita kepada urutan aksara di India dan terutama dalam bahasa Sansekerta.

Aksara Batak atau Surat Batak juga berkerabat dengan kelompok ini. Diperkirakan jaman dahulu di seluruh pulau Sumatra dari Aceh di ujung utara sampai Lampung di ujung selatan, menggunakan aksara yang berkerabat dengan kelompok aksara Kaganga ini. Tetapi di Aceh dan di daerah Sumatra Tengah (Minangkabau dan Riau), yang dipergunakan sejak lama adalah huruf Jawi.

Perbedaan utama antara aksara Kaganga dengan aksara Jawa ialah bahwa aksara Kaganga jauh lebih sederhana daripada aksara Jawa.

Aksara Kaganga diperkirakan berkembang dari aksara Pallawa dan aksara Kawi yang digunakan oleh kerajaan Sriwijaya di Sumatra Selatan.

Sarwit, Peneliti Aksara Kaganga
Rabu, 10 Maret 2010; Helena F Nababan


Seperti ungkapan ”tak kenal maka tak sayang”, demikianlah hubungan Sarwit Sarwono (52) dan aksara kaganga. Sebelumnya, dia tak tertarik aksara itu. Kini, dia menjadi salah satu ahli aksara kaganga, aksara asli warga di kawasan hulu Sungai Musi dan beberapa daerah lain di Sumatera Selatan, Lampung, dan Kerinci di Provinsi Jambi. Sarwit adalah peneliti aksara kaganga dan pengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan (FKIP) Universitas Bengkulu.

Setelah puluhan tahun Sarwit mengamati, aksara itu ternyata merupakan perkembangan aksara palawa dan kawi yang berkembang di pedalaman Musi hingga disebut juga aksara Ulu. Naskah-naskah kuno berbahasa daerah setempat yang tertulis dalam aksara kaganga juga disebut Naskah Ulu atau Surat Ulu.

Aksara kaganga merupakan aksara yang tergabung dalam rumpun Austronesia. Ia berkerabat dengan aksara Batak dan Bugis. Itu sebabnya bentuk kaganga yang seperti paku runcing mirip aksara Batak, Bugis, atau Lampung.

Tahun 1986 di Bengkulu, Sarwit awalnya hanya tertarik sastra Indonesia modern. Perkenalan pertamanya dengan aksara kaganga terjadi pada 1988.

Syukri Hamzah, sesama pengajar di FKIP, adalah sosok yang memperkenalkannya pada kaganga. Ketika itu, Sarwit belum terlalu tertarik pada aksara yang cara penulisannya miring ke kanan hampir 45 derajat itu. Namun, perkenalannya terus berlanjut.

Tahun 1989, Nur Muhammad Syah, mahasiswanya, memberi dia beberapa salinan Surat Ulu dari naskah kuno yang aslinya tercetak di atas kulit kayu (kakhas) milik Abdul Hasani (almarhum), mantan pesirah (kepala marga) di Curup, Bengkulu.

Kesempatan mengenal aksara kaganga makin terbuka saat Sarwit berkesempatan mengikuti program kerja sama Indonesia—Belanda di bidang pengkajian Indonesia. Program itu diselenggarakan Departemen Pendidikan Nasional tahun 1990.

Berawal dari bertemu, berkenalan, dan mengkaji, Sarwit kemudian mengenal lebih dalam aksara yang dinamai dari tiga aksara pertama, yakni ka, ga, nga, dari total 28 aksara itu. Di Leiden, Belanda, ia kaget saat tahu ratusan spesimen Surat Ulu beraksara kaganga tersimpan di sana. Ia juga menemukan belasan spesimen naskah kuno sejenis yang tersimpan di Perancis dan belasan lainnya di Jerman.

”Saat itu saya betul-betul cemburu dalam arti positif. Kenapa orang luar bisa begitu antusias mempelajari naskah-naskah kuno kita, sedangkan kita sendiri sangat kurang peduli?” ujarnya.

Temuan itu menyadarkan dia. Spesimen-spesimen itu adalah kekayaan budaya Indonesia, Bengkulu, dan sekitarnya khususnya. Manuskrip itu menandakan budaya baca dan tulis masyarakat Indonesia sudah lebih maju pada masa itu.

Belajar dan meneliti

Sarwit yang lahir di Tegal, Jawa Tengah, tentu lebih terbiasa dengan bahasa dan aksara Jawa daripada aksara kaganga. Namun, ”dendam” positif terhadap banyaknya naskah kuno Bengkulu di Belanda memacu hasratnya. Ia mempelajari betul aksara kaganga.

Ketika itu, penelitian aksara lebih banyak dilakukan pada bahasa Batak, Bugis, dan Jawa. Penelitian tentang kaganga belum ada. Ia ingin penelitian, pembelajaran, dan pelestarian kaganga semaju aksara Batak.

Sarwit juga mempelajari bahasa-bahasa daerah di Bengkulu, seperti bahasa Serawai, Rejang, Lembak, dan Pasemah atau Muko-muko. Hal itu karena sebagian besar naskah kuno yang tersimpan di Belanda berisi tulisan dengan aksara kaganga dalam berbagai bahasa tersebut. Ia juga membaca sejumlah manuskrip dan membuat microfilm dari manuskrip-manuskrip itu.

Di Belanda pula ia bertemu dengan Profesor Petrus Voorhoeve, ahli aksara Batak dan Surat Batak yang juga bisa membaca aksara kaganga. Dengan Voorhoeve, Sarwit bertukar pikiran dan menimba ilmu.

Kembali ke Indonesia tahun 1992, Sarwit menerapkan ilmunya di jurusan tempatnya mengajar. Sampai 1996, dia mendapat tugas membantu Museum Negeri Bengkulu.

Sebagai peneliti, dia diminta mengidentifikasi dan membaca naskah-naskah kuno beraksara kaganga koleksi museum. Sekitar 128 naskah kuno beraksara kaganga terus dia baca, pelajari, dan telaah. Naskah-naskah kuno itu berbentuk kulit kayu, bilah bambu, gelondongan bambu, tanduk, kertas, dan rotan.

Sarwit mendapati banyak kearifan lokal dan ajaran, di antaranya pengobatan tradisional dari tumbuh-tumbuhan, aturan pernikahan, kesantunan atau etika pergaulan dan berorganisasi, silsilah keluarga, pergaulan muda-mudi, sampai ajaran Islam.

Menurut Sarwit, kearifan lokal itu sebetulnya masih bisa diterapkan. ”Namun, karena kepedulian masyarakat kurang, nilai-nilai tradisi dan kearifan lokal nenek moyang masyarakat Bengkulu itu kurang dipahami dan diterapkan.”

Naskah-naskah kuno itu biasanya diturunkan dari kepala marga atau pasirah kepada keturunannya. Orang yang menerima lalu menganggapnya sebagai benda pusaka sehingga harus memotong kambing atau mengadakan selamatan bila ingin membuka naskah kuno tersebut.

Karena takut, warga biasanya tak ingin mengetahui isi naskah kuno itu. Mereka menyimpannya asal saja, tanpa teknik penyimpanan yang tepat, sehingga keberadaan naskah kuno itu terancam rusak atau lenyap.

Pelestarian

Dari penelitiannya, Sarwit mendapati tradisi tulis dalam aksara kaganga terhenti awal abad XX. Seharusnya, pemerintah bertindak untuk meneruskan tradisi, atau setidaknya upaya memasukkan aksara kaganga dalam kurikulum sebagai penjagaan sejak dini.

Ia mencatat, tahun 1988 di Kabupaten Rejang Lebong ada upaya memasukkan kaganga dalam kurikulum. Sayang, keterbatasan tenaga pengajar membuat pembelajaran kaganga tak optimal.

Sampai kini, tenaga pengajar di sekolah hanya tahu membaca dan menulis kaganga, tetapi kurang memahami budaya Bengkulu.

”Pengajaran masih sederhana, sekadar bisa menulis dan membaca,” ujarnya.

Kemauan kuat dari pemerintah daerah untuk melestarikan kaganga masih dibutu*kan, di antaranya, dengan menyediakan bahan ajar aksara kaganga dan bahasa daerah yang cukup, serta menyediakan para pengajar yang juga memahami budaya Bengkulu.

Sebagai langkah awal, tahun 2002, Sarwit membuat terobosan dengan menciptakan sistem pembacaan aksara kaganga pada komputer. Aksara kaganga itu dibuat sesuai bahasa daerah yang mengenal aksara kaganga. Maka, ada varian aksara kaganga Ogan, aksara kaganga Lembak, aksara kaganga Ulu, hingga aksara kaganga Serawai.

SARWIT SARWONO

• Lahir: Tegal, Jawa Tengah, 12 November 1958
• Istri: Ngudining Rahayu (49)
• Anak: - Andika - Himavan - Vidyadhara - Mahendra - Adisvara
• Pendidikan:
- Peserta Program Kerja sama Indonesia-Belanda untuk Pengkajian Indonesia 1990-1992 di Leiden, Belanda
- Tengah mengikuti S-3 Ilmu-ilmu Sosial di Universitas Airlangga, Surabaya
• Pekerjaan:
- Dosen Bahasa dan Sastra Daerah pada Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan (FKIP) Universitas Bengkulu
- Ketua Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu

Udara dalam Museum Balaputra Dewa di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (28/9) siang, cukup gerah. Asap dari kebakaran lahan dan hutan yang menyerbu Palembang dua hari ini ikut masuk ke ruang pamer koleksi. Suasana makin menyesakkan napas karena debu dari bangunan museum yang tengah direhabilitasi juga beterbangan dan menyelinap masuk museum.

"Ini dua gelumpai, naskah beraksara ulu atau kaganga yang ditorehkan di atas bilah-bilah bambu. Museum punya tujuh naskah lagi, dua di antaranya ditulis di atas kulit kayu yang disebut kahas," kata Kepala Tata Usaha Museum Balaputra Dewa, M Taufik, yang tampak terganggu dengan asap dan debu yang menyerbu ruang pameran itu.

Dua naskah yang sudah diterjemahkan Pamong Budaya Ahli Museum Balaputra Dewa, Rafanie Igama, itu tersimpan baik dalam ruang berdinding kaca. Salah satu naskah yang telah diterjemahkan berbentuk huruf-huruf yang miring kanan atas dan patah-patah, yang ditorehkan di atas 14 bilah bambu. Naskah berasal dari Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumsel.

Naskah itu menceritakan sosok Nabi Muhammad dan ajaran Islam. Meski beraksara ulu, teks menggunakan bahasa Jawa dari masa Kesultanan Palembang Darussalam abad ke-17-19 Masehi. "Itu salah satu dari naskah yang sudah diterjemahkan. Masih banyak yang belum dikaji dan masih banyak lagi yang disimpan masyarakat," kata Rafanie.

Aksara ulu atau kaganga menjadi kekayaan budaya masyarakat tepian sungai di Sumatera bagian selatan, yang antara lain mencakup Sumsel, Bengkulu, dan Lampung. Diperkirakan, aksara itu tumbuh sejak abad ke-12 Masehi dan berkembang pesat pada abad ke-17-19 Masehi. Tulisan itu banyak digunakan untuk menyampaikan ajaran agama, ilmu kedokteran, petuah, dan kearifan lokal lain.

Keberadaan aksara itu menunjukkan, budaya tepian sungai memiliki tradisi intelektualisme cukup tinggi. Lebih unik lagi, aksara kaganga masih digunakan sebagian warga di Bengkulu, seperti di Kabupaten Seluma, Bengkulu Selatan, Kaur, Lebong, dan Kabupaten Rejang Lebong.

Aksara itu disebut ulu karena banyak berkembang dalam masyarakat yang tinggal di hulu sungai di pedalaman. Para peneliti asing kerap menyebutnya kaganga karena pedoman aksaranya menggunakan huruf ka, ga, nga, dan seterusnya. Aksara ini memiliki 19 huruf tunggal dan delapan huruf pasangan. Huruf-huruf ditulis dengan ditarik ke kanan atas sampai sekitar 45 derajat.

Menurut peneliti ahli Museum Negeri Bengkulu, Sarwit Sarwono, aksara kaganga dikembangkan setelah aksara palawa. Kaganga banyak digunakan masyarakat kelas menengah, seperti keluarga pesirah, dukun, kaum intelektual, dan kaum agama. Di Museum Negeri Bengkulu saat ini terdapat 124 naskah kaganga.(ilham khoiri

Wednesday, April 14, 2010

PANTUN MELAYU

Sirih berlipat sirih pinang
Sirih dari Pulau Mutiara
Pemanis kata selamat datang
Awal Bismillah pembuka bicara
**********
Tetak buluh panjang suluh
Mari jolok sarang penyengat
Angkat doa jari sepuluh
Doa minta biar selamat
**********
Tuailah padi antara masak
Esok jangan layu-layuan
Intailah kami antara nampak
Esok jangan rindu-rinduan
**********
Hendak dulang diberi dulang
Dulang berisi sagu mentah
Hendak pulang ku beri pulang
Tinggalkan pantun barang sepatah
**********
Lancang kuning lancang pusaka
Nampak dari Tanjung Puan
Kalau kering laut Melaka
Barulah saya lupakan tuan
**********
Asam kandis mari dihiris
Manis sekali rasa isinya
Dilihat manis dipandang manis
Lebih manis hati budinya
**********
Ayam hutan terbang ke hutan
Tali tersangkut pagar berduri
Adik bukan saudara bukan
Hati tersangkut kerana budi
**********
Ayam rintik di pinggir hutan
Nampak dari tepi telaga
Nama yang baik jadi ingatan
Seribu tahun terkenang juga
**********
Bila memandang ke muka laut
Nampak sampan mudik ke hulu
Bila terkenang mulut menyebut
Budi yang baik ingat selalu
**********
Burung Serindit terbang melayang
Mari hinggap di ranting mati
Bukan ringgit dipandang orang
Budi bahasa rangkaian hati
**********
Bukan lebah sebarang lebah
Lebah bersarang di pohon kayu
Bukan sembah sebarang sembah
Sembah adat pusaka Melayu
**********
Bukan lebah sebarang lebah
Lebah bersarang di rumpun buluh
Bukan sembah sebarang sembah
Sembah menyusun jari sepuluh
**********
Laksamana berempat di atas pentas
Cukup berlima dengan gurunya
Bagaikan dakwat dengan kertas
Sudah berjumpa dengan jodohnya
**********
Membeli papan di tengah pekan
Papan kecil dibuat tangkal
Mengapa umpan ikan tak makan
Adakah kail panjang sejengkal
**********
Rumah limas anjung Selatan
Bunga kemuning tumbuh di laman
Tangkainya emas bunganya intan
Bolehkah ranting hamba patahkan
**********
Tumbuh betik di tepi laman
Pokok berangan pokok teruntum
Sungguh cantik bunga di taman
Bolehkah gerangan petik sekuntum
**********
Asam kandis asam gelugur
Ketiga asam si riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang
**********
Baik-baik menanam selasih
Jangan menimpa sipohon sena
Baik-baik memilih kekasih
Jangan sampai badan merana
**********
Baik-baik mengail tenggiri
Takut terkena siikan parang
Baik-baik merendah diri
Jangan menjadi hamba orang
**********
Bintang tujuh sinar berseri
Bulan purnama datang menerpa
Ajaran guru hendak dicari
Mana yang dapat janganlah lupa
**********
Buah mangga melendur tinggi
Buah kuini berangkai tiga
Hidup kita tidur dan mati
Sudah mati baru terjaga
**********
Buat bangsal di Pulau Daik
Menahan taut sambil mengilau
Kalau asal benih yang baik
Jatuh ke laut menjadi pulau
**********
Budak-budak bermain tombak
Tombak diikat dengan rantai
Kalau takut dilambung ombak
Jangan berumah di tepi pantai
**********
Halia ini tanam-tanaman
Ke barat juga akan condongnya
Dunia ini pinjam-pinjaman
Akhirat juga akan sungguhnya
**********
Hari panas mencucuk benang
Benang menjahit baju kebaya
Air jernih lubuknya tenang
Jangan disangka tiada buaya
**********
Kalau tahu peria tu pahit
Tidak ku gulai dengan petola
Kalau tahu bercinta tu sakit
Tidak ku mulai dari semula
**********
Kalau tuan pergi ke Kelang
Belikan saya semangkuk rojak
Jangan diturut resmi kiambang
Sungguhpun hijau akar tak jejak
**********
Pisang kelat digonggong helang
Jatuh ke lubuk di Indragiri
Jika berdagang di rantau orang
Baik-baik menjaga diri
**********
Asap api embun berderai
Patah galah haluan perahu
Niat hati tak mahu bercerai
Kehendak Allah siapa yang tahu
**********
Air dalam bertambah dalam
Hujan di hulu belumlah teduh
Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belumlah sembuh
**********
Anak punai anak merbah
Hinggap ditonggak mencari sarang
Anak sungai lagikan berubah
Inikan pula hati orang
**********
Apa guna pasang pelita
Jika tidak dengan sumbunya
Apa guna bermain kata
Kalau tidak dengan sungguhnya
**********
Buah kuini jatuh tercampak
Jatuh menimpa bunga selasih
Biar bertahun dilambung ombak
Tidak ku lupa pada yang kasih
**********
Kajang tuan kajang berlipat
Kajang hamba mengkuang layu
Dagang tuan dagang bertempat
Dagang hamba terbuang lalu
**********
Buah jambu disangka kandis
Kandis ada di dalam cawan
Gula madu disangka manis
manis lagi senyuman tuan
**********
Dari Arab turun ke Aceh
Naik ke Jawa berkebun serai
Apa diharap pada yang kasih
Badan dan nyawa lagi bercerai
**********
Bunga Melati terapung-apung
Bunga rampai di dalam puan
Rindu hati tidak tertanggung
Bilakah dapat berjumpa tuan
**********
Burung Merak terbang ke laut
Sampai ke laut mengangkut sarang
Sedangkan bah kapal tak hanyut
Inikan pula kemarau panjang
**********
Bunga Melur kembang sekaki
Mari dibungkus dengan kertas
Di dalam telur lagi dinanti
Inikan pula sudah menetas
**********
Dalam perlak ada kebun
Dalam kebun ada tanaman
Dalam gelak ada pantun
Dalam pantun ada mainan
**********
Dari Jawa ke Bengkahulu
Membeli keris di Inderagiri
Kawan ketawa ramai selalu
Kawan menangis seorang diri
**********
Dari teluk pergi pangkalan
Bermain di bawah pohon kepayang
Saya umpama habuk di papan
Ditiup angin terbang melayang
**********
Daun selalsih di Teluk Dalam
Batang kapas Lubuk Tempurung
Saya umpama si burung balam
Mata terlepas badan terkurung
**********
Orang Melayu naik perahu
Sedang berdayung hujan gerimis
Hancur hatiku abang tak tahu
Mulut tertawa hati menangis
**********
Orang tani mengambil nipah
Hendak dibawa ke Indragiri
Seluruh alam ku cari sudah
Belum bersua pilihan hati
**********
Pasir putih di pinggir kali
Pekan menyabung ayam berlaga
Kasih tak boleh dijual beli
Bukannya benda buat berniaga
**********
Ribu-ribu pokok mengkudu
Cincin permata jatuh ke ruang
Kalau rindu sebut namaku
Airmata mu jangan dibuang
**********
Kalau roboh kota Melaka
Sayang selasih di dalam puan
Kalau sungguh bagai dikata
Rasa nak mati di pangkuan tuan
**********
Limau purut lebat di pangkal
Batang mengkudu condong uratnya
Hujan ribut dapat ditangkal
Hati yang rindu apa ubatnya
**********
Kalau menyanyi perlahan-lahan
Dibawa angin terdengar jauh
Rindu di hati tidak tertahan
Di dalam air badan berpeluh
**********
Ku sangka nanas atas permatang
Rupanya durian tajam berduri
Ku sangka panas hingga ke petang
Rupanya hujan di tengahari
**********
Kayuh perahu sampai seberang
Singgah bermalam di kampung hulu
Bukan tak tahu dunia sekarang
Gaharu dibakar kemenyan berbau
**********
lembing atas tangga
perisai atas busut
kening atas mata
misai atas mulut
**********
anak ikan dipanggang sahaja
hendak dipindang tidak berkunyit
anak orang dipandang sahaja
hendak dipinang tiada berduit
**********
saya tak hendak berlesung pauh
lesung pauh membuang padi
saya tak hendak bersahabat jauh
sahabat jauh merisau hati
**********
burung serindit terbang melayang
singgah dihinggap di ranting mati
duit ringgit dipandang orang
jarang dipandang bahasa budi
**********
batu sangkar batu berpahat
terpahat nama raja bestari
makanan arif, kias ibarat
pantun seloka, ulam jauhari
**********
daun durian jatuh tercampak
lopak-lopak isi selasih
tujuh tahun dilambung ombak
tiada kulupa hati yang kasih
**********
Anak Cik Siti mencari tuba
Tuba dicari di Tanjung Jati
Di dalam hati tidakkan lupa
Bagai rambut tersimpul mati
**********
Limau purut di luar pagar
Rimbun putik dengan bunganya
Hujan ribut padang terbakar
Embun setitik padam apinya
**********
Puas saya bertanam ubi
Nanas jugak dipandang orang
Puas saya menabur budi
Emas juga dipandang orang
**********
Tenang-tenang air di laut
Sampan kolek mudik ke tanjung
Hati terkenang mulut menyebut
rindu kini tiada penghujung
***********
Tinggi-tinggi pohon jati
Tempat bermain simanja sayang
Sungguh tinggi harga budi
Budi dibalas kasih dan sayang
**********
Bunga Tanjung kembang semalam
Pohon tinggi tidak berduri
Gelombang besar di laut dalam
Kerana Tuan saya kemari
**********
Burung merpati terbang seribu
Hinggap seekor di tengah laman
Hendak mati di hujung kuku
Hendak berkubur di tapak tangan
**********
Dari mana hendak ke mana
Tinggi rumput dari padi
Hari mana bulan mana
Dapat kita berjumpa lagi
**********
Padi ini semumba-mumba
Daun kurma daun cempedak
Macam mana hati tak hiba
Entah bertemu entah tidak
**********
Permata jatuh ke rumput
Jatuh ke rumput berbilang-bilang
Dari mata tidakkan luput
Dalam hati tidakkan hilang
**********
Akar keladi melilit selasih
Selasih tumbuh di hujung taman
Kalungan budi jujungan kasih
Mesra kenangan sepanjang zaman
**********
Ayam rintik di pinggir hutan
Nampak dari tepi telaga
Nama yang baik jadi ingatan
Seribu tahun terkenang juga
**********
Anak beruk di tepi pantai
Pandai melompat pandai berlari
Biar buruk kain dipakai
Asal hidup pandai berbudi
**********
Kiri jalan kanan pun jalan
Tengah-tengah pohon mengkudu
Kirim jangan pesan pun jangan
Sama-sama menanggung rindu
**********
Mendung si mega mendung
Mendung datang dari utara
Jangan selalu duduk termenung
Kalau termenung badan merana
**********
Pohon mengkudu tumbuhnya rapat
Rapat lagi pohon jati
Kawan beribu mudah didapat
Sahabat setia payah dicari
**********
Pokok terap tumbuh di bukit
Belat berbanjar panjang ke hulu
Jangan diharap guruh di langit
Kilat memancar hujan tak lalu
**********
Sampan kotak hilir mudik
Dayung patah galah sebatang
Ikhtiar tidak datang menggolek
Akal tidak datang melayang
**********
Siti Wan Kembang perintah Kelantan
Nama termasyhur zaman dahulu
Baik-baik memilih intan
Takut terkena kaca dan batu
**********
Buah langsat kuning mencelah
Senduduk tidak berbunga lagi
Sudah dapat gading bertuah
Tanduk tidak berguna lagi
**********
Dua paya satu perigi
Seekor bujuk anak haruan
Tuan di sana saya di sini
Bagai pungguk rindukan bulan
**********
Gesek rebab petik kecapi
Burung tempua membuat sarang
Apa sebab jadi begini
Karam berdua basah seorang ?
**********
Hendak gugur gugurlah nangka
Jangan menimpa putik pauh
Hendak tidur tidurlah mata
Jangan mengenang si dia yang jauh
**********
Kain batik negeri seberang
Dipakai anak Tanah Melayu
Apa ertinya kasih dan sayang
Kalaulah abang berjanji palsu
**********
Pantai Cendering pasirnya putih
Anak dagang berulang mandi
Apa disesal orang tak kasih
Sudah suratan diri sendiri
**********
Disana pauh di sini pun pauh
Daun mengkudu ditandungkan
Adinda jauh kekanda jauh
Kalau rindu sama tanggungkan
**********
Pulau Tinggi terendak Cina
Nampak dari Pulau Sibu
Abang pergi janganlah lama
Tidak kuasa menanggung rindu
**********
Putik pauh delima batu
Anak sembilang di tapak tangan
Tuan jauh di negri satu
Hilang di mata di hati jangan

The Pandan Island is far from land
Three peaks has the Daik Mountain
Though the body has rot in the sand
The good deeds are never forgotten.

Dua tiga kucing berlari
Manakan sama kucing belang
Dua tiga boleh kucari
Manakan sama puan seorang

Two or three cats a running
They are not comparable to the cat with stripes
Two or three (people) I can find
But there are not comparable to you.

Roses and daisies are plentiful
Their beauties would in the morning rise
I like you, girl, you're beautiful
Your smile is heaven to my two eyes.

Saya tidak pandai menari,
Sebarang tari saya tarikan;
Saya tidak pandai menyanyi,
Sebarang nyanyi saya nyanyikan.
(Pantun Melayu, bil. 1, Wilkinson and Winstedt) Buah ara, batang dibantun,
Mari dibantun dengan parang.
Hai saudara dengarlah pantun,
Pantun tidak mengata orang.
(Pantun Melayu, bil. 1, Balai Pustaka)
Kita menari keluar bilik,
Sebarang tari kita tarikan;
Kita bernyanyi adik beradik,
Sebarang nyanyi kita nyanyikan.
(Pantun Melayu, bil. 2, Wilkinson and Winstedt)
Mari dibantun dengan parang,
Berangan besar di dalam padi.
Pantun tidak mengata orang,
Janganlah sak di dalam hati.
(Pantun Melayu, bil. 2, Balai Pustaka)
Cempedak di luar pagar,
Tarik galah tolong jolokkan;
Saya budak baharu belajar,
Kalau salah tolong tunjukkan.
(Pantun Melayu, bil. 3, Wilkinson and Winstedt)

Berangan besar di dalam padi,
Rumpun buluh dibuat pagar.
Jangan sak di dalam hati,
Maklum pantun saya belajar.
(Pantun Melayu, bil. 3, Balai Pustaka)




Tanam melati berjajar berbaris,
yang di tepi mendapat terang cahaya.
Maqaksud dihati melamar gadis,
tapi yang dapat, seorang janda.
Kaca yang pecah, melukai jemari,
tidak di perban mengeluarkan darah.
Janda solehah, dijadikan isteri,
tidak diragukan mendatangkan berkah.
Berikan tanda di setiap baris,
jawablah tepat, jangan sampai salah.
Kelebihan janda dibanding gadis,
kebahagiaan dapat, pengalaman pun bertambah.
Turun beruntun, sengaja dijatuhkan,
kelapa di kukur jadikan santan.
Disusun pantun,sengaja ditampilkan
semoga terhibur pembaca sekalian.

Jeling-jeling paku,
Paku masak lemak;
Siapa jeling aku
Aku cakap pada emak.

Tuai padi antara masak,
Esok jangan layu-layuan;
Intai kami antara nampak,
Esok jangan rindu-rinduan.

Renda pusaka busana warisan,
Ke desa singgah pemudi Peringgi;
Minda terbuka penjana wawasan,
Bangsa gagah berperibadi tinggi.

Ke desa singgah pemudi Peringgi,
Tangkal petani ampuh di tangan;
Bangsa gagah berperibadi tinggi,
Cekal berani menempuh rintangan.

Tangkal petani ampuh di tangan,
Sanggul suasa terpuji ukiran;
Cekal berani menempuh rintangan,
Unggul bangsa tinggi pengajian.

Sanggul suasa terpuji ukiran,
Mendayu kenari malam berseri;
Unggul bangsa tinggi pengajian,
Pemacu bestari Islam Hadhari.

Mendayu kenari malam berseri,
Pencak berseni budaya terbilang;
Pemacu bestari Islam Hadhari,
Puncak murni bangsa gemilang.

Pencak berseni budaya terbilang,
Perahu jati pulang ke wangsa;
Ke puncak murni bangsa gemilang,
Bersatu hati menjulang bangsa.

Perahu jati pulang ke wangsa,
Singgah di Johor merentas paya;
Bersatu hati menjulang bangsa,
Gagah tersohor di pentas dunia.

Singgah di Johor merentas paya,
Melati lebat di taman sendayu;
Gagah tersohor di pentas dunia,
Terbukti hebat ketuanan Melayu.

Melati lebat di taman sendayu,
Tetamu Linggi membeli halia;
Terbukti hebat ketuanan Melayu,
Berilmu tinggi berperibadi mulia.

Tetamu Linggi membeli halia,
Petapa pulang bersamping cemerlang;
Berilmu tinggi berperibadi mulia,
Betapa gemilang pemimpin terbilang

Apa Guna Pantun Melayu,
menyebarkan syarak meluaskan ilmu.

Apa Guna Pantun Melayu,
Menyebarkan syarak membersihkan kalbu.

Apa Guna Pantun Melayu,
Menuntun orang supaya bermalu.

Apa Guna Pantun Melayu,
mengajar orang supaya tahu :
Tahu bodoh mencari guru
Tahu menjaga aib malu
Tahu mengekang hawa nafsu
Tahu meneladan arif meniru
Tahu beramal dengan berilmu
Tahu hidup ada dituju
Tahu mati azab menunggu

Apa Guna Pantun Melayu,
memberi petunjuk kepada yang mau :
Petunjuk agama sunnah dan fardhu
Petunjuk adat membaikkan laku
Petunjuk menyuruh hidup berilmu
Supaya hidup tak dapat malu
Supaya mati tak kena palu



Apa guna pantun melayu,
penenang jiwa penyejuk Kalbu.

Apa guna pantun melayu,
ingatkan sholat yang lima fardu.

Apa guna pantun melayu,
Pembunuh cemburu, pelepas rindu.


Apa guna pantun disimak,
di dalamnya ada adat dan syarak :
Memberi petunjuk kepada orang banyak
Mana patut mana yang layak
Mana yang baik mana yang tidak
Supaya fi'il tidak rusak
Supaya marwah tidak tercampak
Hidup dan mati tuahnya nampak

Apa guna pantun dikaji,
di dalamnya ada tuntunan budi :
Pegangan hidup pedoman mati
Meluruskan akal membersihkan hati
Membaikkan akhlak mengelokkan pekerti
Supaya hidup tidak terkeji
Bila mati rahmat menanti
Tuah sakti hamba negeri,
Esa hilang dua terbilang,
Patah tumbuh hilang berganti,
Takkan Melayu hilang di bumi.


Kalau bercakap sesama tua,
banyaklah pantun pelemak kata.

Adat orang duduk berbual,
banyaklah pantun penyedap bual.

Kalau bercakap hendaklah sedap,
banyaklah pantun bunga cakap.

Kalau berbual berpanjangan,
banyaklah rencah perbualan.

Kalau duduk dalam bicara,
banyaklah pantun buah bicara

Ayam sabung jangan dipaut,
Jika ditambat kalah laganya.
Asam di gunung ikan di laut,
Dalam belanga bertemu juga.

Buah kurma berlambak-lambak,
Dimakan orang pagi dan petang.
Bagai kerja menolak ombak,
Makin ditolak semakin datang.

Anak Madras menggetah punai,
Punai terbang mengirap bulu.
Betapa dera arus di sungai,
Ditolak pasang balik ke hulu.

Kayu tempinis dari kuala,
Dibawa orang pergi ke Melaka.
Betapa manis rasanya nira,
Disimpan lama menjadi cuka.



4.03.2010
Pantun Melayu Propinsi Jambi
Pantun Melayu Propinsi Jambi


Batanghari aeknyo tenang,
Sungguhpun tenang deras ke tepi;
Anak Jambi jangan dikenang,
Kalo dikenang merusak hati.

Hidup api pangganglah kuau,
Kuau dipanggang si abang kaki;
Maksud hati nak meraih pulau,
Pulau dijago sinago sakti.

Kami ba umo di lereng bukit,
Rebahlah padi digiling batang;
Kami umpamo si burung pipit,
Kemano terbang di halau urang.

Lubuk pungguk tepian napal,
Tempat budak mencuci baju;
Awak biduk nak serempak kapal,
Idaklah mungkin nyo samo laju.

Kalo ado gelang di tangan,
Idak melurut cincin di jari;
Kalo ado tunang awak nian,
Idak merebut si tunang kanti.

Bederai hujan di rimbo,
Tibo di padi bederai jangan;
Becerai kito di muko,
Namun di hati becerai jangan.

Kalu ado mobil ke Bungo,
Numpanglah aku ke Rantau Panjang;
Kalu ado cewek butanyo,
Katokan aku sudah tabuang.

Muaro Bungo medan buperang,
Jepang masuk Belando lari;
Hilang bungo dapat dikarang,
Hilang kau kemano kucari.

Kota Bangko bepagar bilah,
Kota Jambi bepagar besi;
Kota Bangko kutinggal sudah,
Kota Jambi tempat ku jadi.

Seberapo rimbun kayu di Jambi,
Rimbunlah jugo kayu di Tungkal;
seberapo rindu kau nan pegi,
Rindulah jugo kami nan tinggal.

Ke talang pegi mulatah,
Pegi merumput lanyo padi mudo;
Malang nian nasib kau antah,
Tibo lah di mulut tebuang jugo.

Anak cino menanam ubi,
Ubi tetanam dimakan babi;
Anak siapo nan bepantun tadi,
Cubolah diulang sekali lagi.

Macam mano awak nak mandi,
Banyak lah bilah daripado buluh;
Macam mano awak nak jadi,
Banyak yang negah daripado nyuruh.

Macam mano awak nak mandi,
Anak buayo di bawah titin;
Macam mano awak nak jadi,
Adek kayo abang musekin.

Cik Siti mngepang rambut,
Rambut tekepang sebelah kanan;
Kalo sudi surat disambut,
Kalolah idak buanglah ke laman.

Cubo-cubo main galumbang,
Sampai ke tepi membao tampah;
Cubo-cubo menanam mumbang,
Nasib baik negeri betuah.


Kami sepantun anak tiram,
Kasihan ombak maka mandi;


Seperti kata sepantun Melayu,
Dititik belah, dipalu belah,
Tembikar juga akan sudahnya.


Hang Jebat Hang Kasturi,
Budak-budak Raja Melaka;
Jika hendak jangan dicuri,
Mari kita bertentang mata.


Sebab dulang kayu serpih,
Mengata orang awak yang lebih.

Tak tumbuh tak melata,
Tak sungguh orang tak kata.

Sudah gaharu cendana pula,
Sudah tahu bertanya pula.


Sorong papan, tarik papan,
Papan kemudi dalam perahu;
Suruh makan saya makan,
Suruh mengaji saya tak tahu.


Yang kurik kundi,
Yang merah saga;
Yang baik budi,
Yang indah Bahasa.


Nasi lemak buah bidara,
Sayang selasih saya lurutkan;
Buang emak buang saudara,
Sebab kasih saya turutkan.

Dari mana hendak ke mana,
Tinggi rumput dari padi;
Hari mana bulan yang mana,
Dapat kita bertemu lagi.


Belayar ke Pulau Bekal,
Bawa siraut dua tiga;
Kalau kail panjang sejengkal,
Jangan laut hendak diduga.
Telur itik dari Sanggora,
Pandan terletak dilangkahi;
Darahnya titik di Singapura,
Badannya terlantar di Langkawi

Jenderal majlis mati di Bali,
Berkubur di tanah lapang;
Apa diharap kepada kami,
Emas tiada bangsa pun kurang.


Satu, dua, tiga, enam,
Enam dan satu jadi tujuh;
Buah delima yang ditanam,
Buah berangan yang tumbuh.

Anak rusa Nani,
Baharu kembang ekor;
Apa dosa kami,
Lalu tidak tegur.

Kapal belayar dari Jedah,
Hendak menuju ke negeri China;
Siang malam berhati gundah,
Hendak memetik setangkai bunga.

Ke hulu memotong pagar,
Jangan terpotong batang durian;
Cari guru tempat belajar,
Supaya jangan sesat kemudian


Timang tinggi-tinggi sampai cucur atap,
Belum tumbuh gigi sudah pandai baca kitab.




Buah selasih di atas batang,
Sudah dipetik jangan dibawa,
Jangan dibawa ke dalam perahu;
Mencurah kasih tempat tak sayang,
Orang ketawa kita ketawa,
Orang benci kita tak tahu.



Sejak berbunga daun pandan,
Banyaklah tikus di permatang,
Anak buaya datang pula,
Daun selasih tambah banyak:
Sejak semula dagang berjalan,
Tidak putus dirundung malang,
Banyak bahaya yang menimpa,
Namun kasih berpaling tidak.



Turun hujan hari dah petang,
Bunga mawar tumbuhnya subur,
Ditiup angin habis tunduk,
Dipetik jangan dicabutkan,
Tanaman puteri dari Jawa;
Telah habis rokok sebatang,
Telah punah sirih sekapur,
Pasar sudah tempat duduk,
Penatlah sahaya menantikan,
Buah hati tak muncul jua



Anak jintayu dari hulu,
Disambar ombak Laut China,
Dibawa terbang ke perahu,
Hinggap melahap di landasan,
Turun minum ke muara,
Anak ikan berkeliaran;
Kamilah tahu dari dahulu,
Adik jauhari bijaksana,
Membuhul tidak membeku,
Mengulas tidak mengesan,
Meratap langit dengan bicara,
Bumi tidak berketirisan

Pangkal berbelit di pohon jarak,
Jarak nan tumbuh di tepi serambi
Jangan dibuat yang dilarang syarak,
Itulah perbuatan yang dibenci Nabi.

Jarak nan tumbuh di tepi serambi,
Pohon kerekot bunganya sama;
Itulah perbuatan yang dibenci Nabi,
Petua diikut segala ulama.

Pohon kerekot bunganya sama,
Buahnya boleh dibuat colok;
Petua diikut segala ulama,
Jangan dibawa berolok-olok

Pantun Budi

Lebat daun bunga tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pesaka

Gadis Acheh berhati gundah
Menanti teruna menghulur tepak
Gula manis sirih menyembah
Adat dijunjung dipinggir tidak

Manis sungguh gula Melaka
Jangan dibancuh dibuat serbat
Sungguh teguh adat pusaka
Biar mati anak jangan mati adat

Anak teruna tiba di darat
Dari Makasar langsung ke Deli
Hidup di dunia biar beradat
Bahasa tidak dijual beli

Menanam kelapa di Pulau Bukum
Tinggi sedepa sudah berbuah
Adat bermula dengan hukum
Hukum bersandar di Kitab Allah

Buah berangan di rumpun pinang
Limau kasturi berdaun muda
Kalau berkenan masuklah meminang
Tanda diri beradat budaya

Laksamana berbaju besi
Masuk ke hutan melanda-landa
Hidup berdiri dengan saksi
Adat berdiri dengan tanda

Berbuah lebat pohon mempelam
Rasanya manis dimakan sedap
Bersebarlah adat seluruh alam
Adat pusaka berpedoman kitab

Ikan berenang di dalam lubuk
Ikan belida dadanya panjang
Adat pinang pulang ke tampuk
Adat sirih pulang ke gagang

Pokok pinang ditanam rapat
Puyuh kini berlari-lari
Samalah kita menjunjung adat
Tunggak budaya semai dihati

Bukan kacang sebarang kacang
Kacang melilit si kayu jati
Bukan datang sebarang hajat
Datang membawa hajat di hati

Budak-budak berlari ke padang
Luka kaki terpijak duri
Berapa tinggi Gunung Ledang
Tinggi lagi harapan kami

Helang berbega Si Rajawali
Turun menyambar anak merbah
Dari jauh menjunjung duli
Sudah dekat lalu menyembah

Angin kencang turunlah badai
Seumur hidup cuma sekali
Tunduk kepala jatuh ke lantai
Jari sepuluh menjunjung duli

Gobek cantik gobek cik puan
Sirih dikunyah menjadi sepah
Tabik encik tabiklah tuan
Kami datang membawa sembah

Doa mustajab selalu terkabul
Kepada Allah kita panjatkan
Sebelum berlangsung ijab dan kabul
Majlis berinai kita dulukan

Wahai ananda dengarlah pesan
Pantun Melayu jangan tinggalkan
Pakai olehmu untuk pedoman
Di dalamnya banyak tunjuk ajaran
Wahai ananda intan di karang
Pantun Melayu jangan dibuang
Di dalamnya banyak amanah orang
Untuk bekalmu di masa datang
Wahai ananda kekasih ibu
Pakai olehmu pantun Melayu
Di dalamnya banyak mengandung ilmu
Manfaatnya besar untuk bekalmu
Wahai ananda permata intan
Pantun Melayu jangan abaikan
Di dalamnya banyak mengandung pesan
Pegang olehmu jadi pedoman
Wahai ananda cahaya mata
Pantun Melayu jangan dinista
Isinya indah bagai permata
Bila dipakai menjadi mahkota
Wahai ananda bijak bestari
Pantun menjadi suluh negeri
Ilmu tersirat payah dicari
Bila disimak bertuahlah diri
Wahai ananda dengarlah manat
Pantun memantun sudah teradat
Di dalamnya banyak berisi nasehat
Bila dipakai hidup selamat
SUPAYA IMAN TIDAK BERKISAR
SUPAYA HIDUP TIDAK TERLANTAR
BILA MATI TIDAK TERCEMAR
MASUK KE DALAM SYURGA BERSINAR


Ditutuah buluah botuang badotak-dotak
Ayam bakukuak di bawah dapuar
Sangek baruantuang urang pokak
Mariam babunyi enyo tatiduar

(ditebang buluh betung berdetak-detak
ayam berkokok di bawah dapur
sangat beruntung orang pekak
meriam berbunyi dia tertidur)
Buluah botuang ditobang rato
Banyak tacampak dalam ayiar
Sangek baruantuang urang buto
Indak nampak urang mancibiar

(buluh betung ditebang rata
banyak tercampak dalam air
sangat beruntung orang buta
tidak nampak orang mencibir)
elok tumbuahnyo asam balimbiang
tumbuahnyo dokek batang mangga
sungguah elok babapak sumbiang
kalau bongi golak juo

(elok tumbuhnya asam belimbing
tumbuhnya dekat batang mangga
sungguh elok berbapak sumbing
kalau marah gelak juga)
burung puyuah bakaki pendek
copek manyuruak di bawa lado
sangek baruntuang bakaki pendek
dapek manyuruak di bawa dado

(burung puyuh berkaki pendek
cepat menyuruk di bawah lada (=cabe)
sangat beruntung berkaki pendek
dapat menyuruk di bawah dada)


La tigo bulan kami kamari
Elok la makan baduo-duo
La tigo bulan burung den mati
Sangkar den bori makan juo

(Sudah tiga bulan kami ke mari
Eloklah makan berdua-dua
Sudah tiga bulan burung saya mati
Sangkar diberi makan jua)

Apa guna orang bertenun
Untuk membuat pakaian adat
Apa guna orang berpantun
Untuk mengingat petuah amanat

Apa guna orang bertenun
Untuk membuat kain dan baju
Apa guna orang berpantun
Untuk mengangkat tuah Melayu

Apa guna orang bertenun
Untuk membuat pakaian budak
Apa guna orang berpantun
Untuk mengajar hukum dan syarak

Apa guna orang bertenun
Untuk membuat kain cindai
Apa guna orang berpantun
Untuk membaiki laku perangai

Apa guna orang bertenun
Untuk membuat pakaian nikah
Apa guna orang berpantun
Untuk menyampaikan petuah amanah

Apa guna orang bertenun
Untuk membuat kain pelekat
Apa guna orang berpantun
Untuk mengkaji adat istiadat

Apa guna orang bertenun
Untuk membuat kain selerang
Apa guna orang berpantun
Untuk mengisi mana yang kurang

Apa guna orang bertenun
Untuk membuat kain dan baju
Apa guna orang berpantun
Untuk menimba berbagai ilmu

Kalau orang melabuh pukat
Carilah pancang kayu berdaun
Kalau kurang mengetahui adat
Carilah orang tahu berpantun

Kalau kayu hendak ditarah
Keratlah cabang dengan daunnya
Kalau ilmu hendak bertambah
Dekati orang dengan pantunnya

Apalah guna daun kayu
Untuk tempat orang berteduh
Apalah guna pantun Melayu
Untuk tempat mencari suluh

Di dalam untaian syair tunjuk ajar dikatakan:

Wahai ananda dengarlah pesan
Pantun Melayu jangan tinggalkan
Pakai oleh mu untuk pedoman
Di dalamnya banyak tunjuk ajaran

Wahai ananda intan dikarang
Pantun Melayu jangan dibuang
Di dalamnya banyak amanah orang
Untuk bekalmu di masa datang

Wahai ananda kekasih ibu
Pakai oleh mu pantun Melayu
Di dalamnya banyak mengandung ilmu
Manfaatnya besar untuk diri mu

Wahai ananda permata intan
Pantun Melayu jangan abaikan
Di dalamnya banyak mengandung pesan
Pegang olehmu jadi pedoman

Wahai ananda cahaya mata
Pantun Melayu jangan dinista
Isinya indah bagai permata
Bila dipakai menjadi mahkota

Wahai ananda bijak bestari
Pantun menjadi suluh negeri
Ilmu tersirat payah dicari
Bila disemak bertuahlah diri

Wahai ananda dengarlah amanat
Pantun memantun sudah teradat
Di dalamnya banyak berisi nasihat
Bila dipakai hidup selamat




Apa tanda Melayu jati
memanfaatkan pantun ia mengerti

Apa tanda Melayu jadi
dengan pantun menunjuk ajari

Apa tanda Melayu jati
dengan berpantun ilmu diberi

Apa tanda Melayu jati
dengan berpantun membaiki budi

Apa tanda Melayu jati
dengan pantun membaiki pekerti

Apa tanda Melayu bermarwah
dengan pantun menyampaikan dakwah

Apa tanda Melayu bertuah
dengan pantun memberi petuah

Apa tanda Melayu bertuah
dengan pantun memberi amanah

Apa tanda Melayu bertuah
dengan pantun menyampaikan sunah

Apa tanda Melayu beradat
dengan pantun memberi nasihat

Apa tanda Melayu beradat
dengan pantun meluruskan kiblat

Apa tanda Melayu beradat
dengan pantun membangkitkan semangat

Apa tanda Melayu beradat
dengan pantun membaiki umat

Apa tanda Melayu terbilang
dengan pantun mengajari orang

apa tanda Melayu terbilang
dengan pantun mencelikkan orang

Apa tanda Melayu berbudi
dengan pantun membaiki diri

Apa tanda Melayu berbudi
dengan pantun mencari kaji

Apa tanda Melayu beriman
dengan pantun menerangi jalan

Apa tanda Melayu beriman
dengan pantun memberi amaran

Apa tanda Melayu beriman
dengan pantun mengenal Tuhan

Apa tanda Melayu beriman
dengan pantun membuka jalan

Apa tanda Melayu beriman
dengan pantun memberi pedoman

Apa tanda Melayu beriman
dengan pantun memberi pelajaran

Apa tanda Melayu beriman
dengan pantun ilmu disempurnakan

Apa tanda Melayu bersifat
dengan pantun ia berwasiat

Apa tanda Melayu bersifat
dengan pantun memberi ingat

Apa tanda Melayu pilihan
dengan pantun ilmu diturunkan

Apa tanda Melayu pilihan
dengan pantun ilmu disampaikan

Apa tanda melayu pilihan
dengan pantun ilmu dikembangkan



Di bulan Ramadhan kita beramal
Setiap malam kita taraweh
Mari bermaafan di 1 Syawal
Agar menjadi orang yang soleh

Bagi kawan-kawan yang ingin menyumbang pantun silakan di isi di kolom komentar. Thanks b4.

Dari kali menuju ke tengah lautan
Jala dilempar menangkap ikan
Idul Fitri sudah dihadapan
Salah dan khilaf mohon dimaafkan

Gerubuk cantik berisi makanan
Nasi basi lekas dibuang
Adik cantik mohon abang dimaafkan
Idul fitri dah datang menjelang

Layar terkembang perahu sampan
Haluan menuju ke laut samudra
Mohon maaf kami sampaikan
Sekalian minta kue hari raya

Anak dara memakai kain pelekat
Anak bujang turun ke kali
1 Syawal dah datang mendekat
Mohon maaf di hari yang fitri

Burung cendrawasih terbang ke awan
Hinggap sebentar di pohon kelapa
Maaf dan kasih kami sampaikan
Selamat bahagia di hari raya

Cincin batu di ikat suasa
Cantik diikat dengan berlian
Berhubung besok hari raya
Salah dan khilaf mohon dimaafkan

Dari kali menuju ke tengah lautan
Jala dilempar menangkap ikan
Idul Fitri sudah dihadapan
Salah dan khilaf mohon dimaafkan

Tepung tawar bermula dengan Bismillah
Beras dan bertih sama ditaburkan
Agar kita mendapat ridho Allah
Mari saling bermaaf-maafan

Ambil kelapa dengan galah
Galah disambung pakai tali
Maafkan segala khilaf dan salah
Di 1 Syawal hari yang fitri

Anak melayu mengail ikan
Perahu berlabuh ditengah lautan
Sambil menunggu datangnya Ramadhan
Pesan maaf kami sampaikan

“apa guna pantun dibuat, pantun dibuat mengajari umat:
mengajari ilmu dunia akhirat
mengajari syarak beserta adat
mengajari orang mengenal kiblat
mengajari amal serta ibadat
supaya hidup tidak tersesat
bila mati beroleh rahmat”

“apa guna pantun dipakai, menunjuk mengajar orang ramai:
supaya beragama tiada merampai
supaya beramal tiada lalai
supaya budi elok perangai
supaya memakai pada yang sesuai
supaya hidup rukun dan damai"

Urang toluak mangopuang patin
Dapek kan lomak duo-duo
Adiak la jojok dalam ati
Kami dek bongak saying juo

Ayiar salupak dalam talam
Ayiar digoluak dimandisi
Kuniang tadogak Tongah malam
Banral dipoluk ditangisi

Limau mani di topi ladang
Jatuah malayang saleronyo
Itam mani barambuik panjang
Siang jo malam dimabuaknyo

Masak bua marapolam
Dimakan anak biapari
Jawek kasiah tarimo salam
Mintak dipogang sampai mati

Totak rotan tigo eto
Den bao ka koto kari
Ombak dilawik sakutiko
Omba di dado sari-sari

Tinggi bukik gunuang sahilan
Tampak nan dari gunuang juda
Ambiak kain panjang sambilan
Paambin kasiah sayang tak suda

The Pandan Island is far from land
Three peaks has the Daik Mountain
Though the body has rot in the sand
The good deeds are never forgotten.

Dua tiga kucing berlari
Manakan sama kucing belang
Dua tiga boleh kucari
Manakan sama puan seorang

Two or three cats a running
They are not comparable to the cat with stripes
Two or three (people) I can find
But there are not comparable to you.

Roses and daisies are plentiful
Their beauties would in the morning rise
I like you, girl, you're beautiful
Your smile is heaven to my two eyes.

Saya tidak pandai menari,
Sebarang tari saya tarikan;
Saya tidak pandai menyanyi,
Sebarang nyanyi saya nyanyikan.
(Pantun Melayu, bil. 1, Wilkinson and Winstedt) Buah ara, batang dibantun,
Mari dibantun dengan parang.
Hai saudara dengarlah pantun,
Pantun tidak mengata orang.
(Pantun Melayu, bil. 1, Balai Pustaka)
Kita menari keluar bilik,
Sebarang tari kita tarikan;
Kita bernyanyi adik beradik,
Sebarang nyanyi kita nyanyikan.
(Pantun Melayu, bil. 2, Wilkinson and Winstedt)
Mari dibantun dengan parang,
Berangan besar di dalam padi.
Pantun tidak mengata orang,
Janganlah sak di dalam hati.
(Pantun Melayu, bil. 2, Balai Pustaka)
Cempedak di luar pagar,
Tarik galah tolong jolokkan;
Saya budak baharu belajar,
Kalau salah tolong tunjukkan.
(Pantun Melayu, bil. 3, Wilkinson and Winstedt)

Berangan besar di dalam padi,
Rumpun buluh dibuat pagar.
Jangan sak di dalam hati,
Maklum pantun saya belajar.
(Pantun Melayu, bil. 3, Balai Pustaka)




Tanam melati berjajar berbaris,
yang di tepi mendapat terang cahaya.
Maqaksud dihati melamar gadis,
tapi yang dapat, seorang janda.
Kaca yang pecah, melukai jemari,
tidak di perban mengeluarkan darah.
Janda solehah, dijadikan isteri,
tidak diragukan mendatangkan berkah.
Berikan tanda di setiap baris,
jawablah tepat, jangan sampai salah.
Kelebihan janda dibanding gadis,
kebahagiaan dapat, pengalaman pun bertambah.
Turun beruntun, sengaja dijatuhkan,
kelapa di kukur jadikan santan.
Disusun pantun,sengaja ditampilkan
semoga terhibur pembaca sekalian.

Jeling-jeling paku,
Paku masak lemak;
Siapa jeling aku
Aku cakap pada emak.

Tuai padi antara masak,
Esok jangan layu-layuan;
Intai kami antara nampak,
Esok jangan rindu-rinduan.

Renda pusaka busana warisan,
Ke desa singgah pemudi Peringgi;
Minda terbuka penjana wawasan,
Bangsa gagah berperibadi tinggi.

Ke desa singgah pemudi Peringgi,
Tangkal petani ampuh di tangan;
Bangsa gagah berperibadi tinggi,
Cekal berani menempuh rintangan.

Tangkal petani ampuh di tangan,
Sanggul suasa terpuji ukiran;
Cekal berani menempuh rintangan,
Unggul bangsa tinggi pengajian.

Sanggul suasa terpuji ukiran,
Mendayu kenari malam berseri;
Unggul bangsa tinggi pengajian,
Pemacu bestari Islam Hadhari.

Mendayu kenari malam berseri,
Pencak berseni budaya terbilang;
Pemacu bestari Islam Hadhari,
Puncak murni bangsa gemilang.

Pencak berseni budaya terbilang,
Perahu jati pulang ke wangsa;
Ke puncak murni bangsa gemilang,
Bersatu hati menjulang bangsa.

Perahu jati pulang ke wangsa,
Singgah di Johor merentas paya;
Bersatu hati menjulang bangsa,
Gagah tersohor di pentas dunia.

Singgah di Johor merentas paya,
Melati lebat di taman sendayu;
Gagah tersohor di pentas dunia,
Terbukti hebat ketuanan Melayu.

Melati lebat di taman sendayu,
Tetamu Linggi membeli halia;
Terbukti hebat ketuanan Melayu,
Berilmu tinggi berperibadi mulia.

Tetamu Linggi membeli halia,
Petapa pulang bersamping cemerlang;
Berilmu tinggi berperibadi mulia,
Betapa gemilang pemimpin terbilang

Apa Guna Pantun Melayu,
menyebarkan syarak meluaskan ilmu.

Apa Guna Pantun Melayu,
Menyebarkan syarak membersihkan kalbu.

Apa Guna Pantun Melayu,
Menuntun orang supaya bermalu.

Apa Guna Pantun Melayu,
mengajar orang supaya tahu :
Tahu bodoh mencari guru
Tahu menjaga aib malu
Tahu mengekang hawa nafsu
Tahu meneladan arif meniru
Tahu beramal dengan berilmu
Tahu hidup ada dituju
Tahu mati azab menunggu

Apa Guna Pantun Melayu,
memberi petunjuk kepada yang mau :
Petunjuk agama sunnah dan fardhu
Petunjuk adat membaikkan laku
Petunjuk menyuruh hidup berilmu
Supaya hidup tak dapat malu
Supaya mati tak kena palu



Apa guna pantun melayu,
penenang jiwa penyejuk Kalbu.

Apa guna pantun melayu,
ingatkan sholat yang lima fardu.

Apa guna pantun melayu,
Pembunuh cemburu, pelepas rindu.


Apa guna pantun disimak,
di dalamnya ada adat dan syarak :
Memberi petunjuk kepada orang banyak
Mana patut mana yang layak
Mana yang baik mana yang tidak
Supaya fi'il tidak rusak
Supaya marwah tidak tercampak
Hidup dan mati tuahnya nampak

Apa guna pantun dikaji,
di dalamnya ada tuntunan budi :
Pegangan hidup pedoman mati
Meluruskan akal membersihkan hati
Membaikkan akhlak mengelokkan pekerti
Supaya hidup tidak terkeji
Bila mati rahmat menanti
Tuah sakti hamba negeri,
Esa hilang dua terbilang,
Patah tumbuh hilang berganti,
Takkan Melayu hilang di bumi.


Kalau bercakap sesama tua,
banyaklah pantun pelemak kata.

Adat orang duduk berbual,
banyaklah pantun penyedap bual.

Kalau bercakap hendaklah sedap,
banyaklah pantun bunga cakap.

Kalau berbual berpanjangan,
banyaklah rencah perbualan.

Kalau duduk dalam bicara,
banyaklah pantun buah bicara

Ayam sabung jangan dipaut,
Jika ditambat kalah laganya.
Asam di gunung ikan di laut,
Dalam belanga bertemu juga.

Buah kurma berlambak-lambak,
Dimakan orang pagi dan petang.
Bagai kerja menolak ombak,
Makin ditolak semakin datang.

Anak Madras menggetah punai,
Punai terbang mengirap bulu.
Betapa dera arus di sungai,
Ditolak pasang balik ke hulu.

Kayu tempinis dari kuala,
Dibawa orang pergi ke Melaka.
Betapa manis rasanya nira,
Disimpan lama menjadi cuka

pantun

Tingkap papan kayu bersegi,
Sampan sakat di Pulau Angsa;
Indah tampan kerana budi,
Tinggi bangsa kerana bahasa.


Buah berangan masaknya merah,
Kelekati dalam perahu;
Luka di tangan nampak berdarah,
Luka di hati siapa yang tahu.


Dari mana punai melayang,
Dari paya turun ke padi;
Dari mana datangnya sayang,
Dari mata turun ke hati.


Pucuk pauh delima batu,
Anak sembilang di tapak tangan;
Tuan jauh di negeri satu,
Hilang di mata di hati jangan.


Kalau tuan jalan ke hulu,
Carikan saya bunga kemboja;
Kalau tuan mati dahulu,
Nantikan saya di pintu syurga.


Halia ini tanam-tanaman,
Ke barat juga akan condongnya;
Dunia ini pinjam-pinjaman,
Akhirat juga akan sungguhnya.


Malam ini merendang jagung,
Malam esok merendang serai;
Malam ini kita berkampung,
Malam esok kita bercerai.


jalan-jalan ke kota paris
banyak rumah berbaris-baris
biar mati diujung keris
asal dapat dinda yang manis…

ke cimanggis membeli kopiah
kopiah indah kan kau dapati
begitu banyak gadis yang singgah
hanya dinda yang memikat hati

jika aku seorang pemburu
anak rusa kan kudapati
jika dinda merasa cemburu
tanda cinta masih sejati

darimana datangnya sawah
dari sawah turun ke kali
darimana datangnya cinta
dari mata turun ke hati

Bau-bau jembatan tujuh,,
tempat memungut sebuah lolah,,
kalau adinda udah setujuh,,
tunggulah saya tamat sekolah,,

Pisang nangka buat kolak
Jambu biji diblendrin
Kalo nona tetep galak,
Lebaran depan ga dimaapin

menaiki kereta merknya honda
pergi selayang kerumah hanapi
bila cinta mekar di dada
siang terkenang malam termimpi

anak unta siapa yg punya
menangis iba kehilangan ibu
bila cinta sudah menyapa
rindu mulai membara dikalbu

mulanya duka kini menjadi lara
teman tiada hanyalah sendu
bila rindu mulai membara
itulah tanda cinta berpadu

hati berdetik dalam cahaya,
seperti belati menikam dada
Cinta abadi kekal selamanya
Musim berganti tapi wajah takkan lupa

cinta datang tak berwaktu
perasaan senang,sedih dan pilu tak menentu
semua hadir tanpa permisi
untuk mencoba mengisi hati

hati-hati minum digelas
kalau terlepas pecahlah nanti
cinta hati selalunya ikhlas
cinta buta yang makan hati

cinta tak memandang bulu
cinta juga tak mengenal waktu
rasakan cinta dihatimu
betapa indah mengikis kalbu
bila terluka berkata begitu
hingga terlupa cinta yang suci
cinta manusia memanglah begitu
cinta padaNYA cinta yang sejati
terluka hati karna kata udah biasa
namun terluka karna usia sungguh asa

bila kata dianggap tak bermakna
tapi usia adalah segalanya
Untuk menjadi seorang perwira
Harus bertapa di dalam gua
Kalau cinta kukuh di jiwa
Biar melayang kembali jua

papua tanah impian jiwa
kubermimpi melayang terbang kesana
teman sehati selalu bersua
karena tak bisa terpisahkan begitu saja
panah cinta tlah menancap…
kedua hati pun menyatu…
asmara semakin mendekap…
cinta takkan berlalu…

anak ayam turun ke kali
bermain air riang gembira
betapa senangnya bisa ngejunk lagi
memburu kata mengejar tawa
minum arak pahit rasanya…
tidak cocok untuk anak kuliah…
apalah daya sudah usaha…
belum apa-apa sudah binasah…

sunggulah indah si burung pipit
terbang yang tenang si burung dara
bila ku tahu bercinta sakit
takkan ku mulai dari semula
orang palembang menanam padi
negeri malaka negeri seberang
putus cinta jangan bersedih
dunia ini masih panjang

burung kakatua
hinggap dijendela
siapa yang jatuh cinta
pasti cemburu buta
Burung kakak tua udah tak berdaya
Burung adik muda terbang ke angkasa
Makasi kakek telah berjuang bela negara
Sekarang adek bahagia di hari MERDEKA

kucing kurus mandi dipapan
papan nya sikayu jati
aku kurus bukan karena kurang makan
tetapi mikirin sijantung hati
disana gunung disini gunung
ditengah tengah gunung berapi
kesana bingung kesini bingung
itulah namanya jatuh hati
cinta adalah buta…
buta adalah cinta…


Banyak bunga di taman cuma satu kupetik
Banyak anak perawan cuma Adik yang cantik
Banyak buah semangka dibawa dalam sampan
Banyak anak jejaka cuma Abang yang tampan

Berjuta bintang di langit
Satu yang bercahaya
Berjuta gadis yang cantik
Adiklah yang kucinta

Pandai Abang merayu,
hatiku rasa malu

Rumah atapnya tinggi terbuat dari bambu
Cuma Adik kupilih dan yang selalu kurindu

Gunung puncaknya tinggi tertutup oleh salju
Memang Abang kupilih dan yang selalu kurindu

Jika tuan mudik ke hulu
Carikan saya bunga kemboja.
Jika tuan mati dahulu
Nantikan saya di pintu surga.

Batang buluh berisi santan,
Bunga mawar seri pengantin,
Untung sungguh nasib badan,
Ada penawar zahir batin.

rancak gagah silat pahlawan
bertahan di kanan menyerang di kiri
tatkala bulan dilindung awan
mengapa pungguk berdiam diri

ke mc.donal membeli fanta
salam kenal untuk semua

pergi belayar ke tanah jawa
lalu mendarat di pirangan
kalo boleh abang bertanya
adik manis siapa gerangan

burung bangau terbang kebarat
hinggap diranting pohon mengkudu
terimalah salam dagang yang larat
siang dan malam menanggung rindu

pergi ke pasar membeli duku
duku dikupas banyak isinya
kalo duduk bertopang dagu
cobala terka apa namanya

liat nenek gendong cucu
sory ngak lucu

maen raket pakek cemes
ada monyet baca sms

bunga mawar bunga melati …..
hari yang cerah indah sekali….

buah matang di bagi lima
lu nantang gue terima

burung irian burung cenderawasih
cukup sekian terima kasih
buah anggur buah duren

lu nganggur gue keren
kalau anda punya keris
coba tusukan ke ikan hiu
kalau anda tau bahasa inggris
apa arti i love you

jalan-jalan keindra mayu
jangan lupa beli kayu
kalau cinta ama u
bilang saja i love you

burung fifit terbang ke jambu
kalo di tembak kena bambu
kalo adik cinta padaku
tunggu saja dalam kelambu


awan kabut di batang melengkung
aku sambut dgn assalamualaikum
udara pengap dibatang pohon salam
aku jawab waalaikumsalam


rancak gagah silat pahlawan
bertahan di kanan menyerang di kiri
tatkala bulan dilindung awan
mengapa pungguk berdiam diri

ada kura2
ada cangkang
d mana ada rasa cinta,..
dsitu ada rasa cyank,..

dari jauh pohon randu
dari dekat pohon jambu
dari jauh aku rindu
dari dekat aku malu

bila jika engkau ke ladang
ndak lah hamba menitip padi
bila bila cintamu datang
tetap lah engaku abadi uiiiiiii

pohon randu berbuah mengkudu
dipetik dari hutan bambu
siapa yang mau sama kamu
karena kumu ketiaknya bau,he

padang panjang di lingkar bukit
bukit lingkar kayu jati
kasih sayang bukan sedikit
dari mulut sampai ke hati

di sana gunung
di sini gunung
di tengah-tengah pohon kelapa
di sana bingung
di sini bingung

tidak jadi tidak mengapa
buah duku jatuh dikali
buah jambu dibawah duren
kalau rindu setiap hari
apa guna ucapan kemaren

Batang buluh berisi santan,
Bunga mawar seri pengantin,
Untung sungguh nasib badan,
Ada penawar zahir batin.

menanam bunga d taman bunga
sangatlah indah nanti hasilnya
bila hati sedang gundah
bacalah puisi yang indah- indah

dari mana datang nya lintah?
dari sawah turun ke kali
dari mana datang nya cinta?
dari mata turun ke hati

burung perkutuk
burung kutilang…..
kamu kentut
tak bilang-bilang

burung perkutuk
burung kutilang…..
KALO KENTUT NGAPAEN BILANG2
Dari mana datang’x sawah ?
Dari sawah turun ke kali
Dari mana turu’x cinta Dari mata turun ke hati